Senin, 29 Maret 2010

Balanced Scorecard, Just Another Summary

Performance management dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu proyek. Performance management dapat digambarkan sebagai proses pengelolaan, dengan tujuan untuk menentukan tujuan suatu proyek dan memonitor kegiatan yang dilakukan agar sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan. Hal-hal yang dapat dimonitor antara lain adalah segi keuangan, efisiensi, efektivitas, service, dan lain sebagainya.


Metode yang dapat digunakan untuk menilai kinerja organisasi antara lain adalah McNair’s performance pyramid, the effective progress and performance measurement, the EFQM dan the Balanced Scorecard. Balanced Scorecard mulai dipublikasikan pada tahun 1992 oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton. Kata balanced yang digunakan dalam metode ini menggambarkkan keseimbangan dari tujuan jangka pendek dan jangka panjang, kegiatan finansial dan non finansial, serta keseimbangan dari performance internal dan eksternal organisasi. Balance scorecard mengubah visi dan strategi organisasi secara umum menjadi tujuan yang jelas dan menghubungkan empat perspektif utama dalam organisasi, yaitu pelanggan, internal, inovasi and pembelajaran, dan finansial. Keempat topik yang diukur dalam balanced scorecard merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi dan berhubungan erat dengan visi dan strategi organisasi.

Balanced Scorecard dalam ICT
Kinerja departemen ICT termasuk sulit untuk diukur. Terlebih lagi, departemen ICT merupakan divisi yang membutuhkan budget yang relatif besar dan hubungan antara kinerja ICT dan strategi bisnis organisasi tidak terlihat secara kasat mata. Melihat budget yang akan dikeluarkan, tentunya dewan eksekutif akan mempertanyakan bagaimana pengaruh ICT terhadap organisasi. Sesuai dengan poin sebelumnya, balanced scorecard dibagi menjadi empat perpektif. Berikut ini akan dibahas empat perpektif organisasi dan hubungannya dengan ICT.

a. Pelanggan

Pelanggan yang semakin ‘pintar’, menuntut organisasi untuk berbuat lebih, dengan memerhatikan pelanggan dan kebutuhannya. Ada pepatah yang mengatakan, seseorang tidak akan dapat menyenangkan semua orang di dunia, karena jika ia mencoba untuk melakukan hal itu, ia akan merasa kelelahan. Sama dengan organisasi, ia tidak akan dapat menjangkau semua lapisan masyarakat, oleh karena itu fokus pada segmen tertentu adalah tindakan yang bijaksana. Setelah menentukan segmen yang akan dituju, organisasi perlu memilih metode pengukuran yang akan dilakukan.

Kriteria umum yang digunakan untuk mengukur perspektif ini adalah market share, customer loyalty, customer acquisition, customer satisfaction dan customer profitability. Kriteria umum ini hanya akan membawa organisasi pada level yang sama dengan pesaingnya. Untuk tampil beda, organisasi perlu melakukan sesuatu yang khusus, yaitu dengan menambahkan added value. Added value tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu :

· Karakteristik dari produk: functionality, kualitas, waktu dan harga. Contoh produk yang dalam kategori ini adalah ponsel buatan China/Korea seperti ZTE dan Huawei, yang memberikan harga murah dengan banyak fungsi. Contoh lainnya adalah AirAsia yang menawarkan layanan terbang dengan harga yang lebih murah dan layanan yang relatif tidak selengkap airlines lainnya.

· Hubungan dengan pelanggan: kualitas proses jual beli dan hubungan personal dengan pelanggannya. Contohnya adalah Chanel yang menjual produknya dengan harga yang cukup tinggi, sehingga tidak semua orang dapat membelinya, dan layanan yang diberikan pada pelanggannya, pada saat bertransaksi maupun setelahnya, dapat membangun hubungan personal yang baik.

· Reputasi produk: Pada kategori ini brand image menjadi hal yang paling penting. Sebagai contoh Starbuck menawarkan produk kopi yang sebenarnya biasa-biasa saja, namun ia menawarkan suasana yang sangat baik. Contoh lainnya adalah Rolex dikenal sebagai produk jam tangan yang memiliki gengsi tinggi.


b. Proses Internal

Efektivitas dan efisiensi dalam organisasi berhubungan erat dengan pelanggan, karena kesetiaan pelanggan merupakan hasil dari proses dan kegiatan yang terjadi dalam organisasi. Pengukuran yang dilakukan pada perspektif ini dapat difokuskan menjadi tiga kelompok utama, yaitu:

· Proses inovasi: dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tiap pelanggannya. Misalnya ketika terjadi penurunan daya beli masyarakat, maka PT Unilever mengeluarkan sabun cuci baru, yang hampir sama dengan produk sebelumnya, namun dengan harga yang lebih miring, yaitu Surf.

· Proses operasional: dilakukan untuk memastikan proses produksi dan distribusi produk/service ke pelanggannya. Contoh produk dalam kelompok ini adalah TIKI, dengan menawarkan TIKI YES, jasa pengiriman barang yang menjanjikan one day service. Selain itu, TIKI juga memberikan fasilitas pengecekan melalui website/mobile, dimana pelanggan dapat memeriksa posisi barang yang dikirimkannya.

· Pelayanan setelah penjualan: dilakukan untuk menjaga hubungan baik dan memberikan added value pada pelanggan sebagai pengguna produk. Misalnya LG yang menawarkan produk mesin cuci dengan garansi selama 10 tahun, akan memberikan kenyamanan pemakaian produk dengan jaminan nama besar LG, dimana pelanggan tidak perlu kawatir ketika terjadi kerusakan pada produk tersebut.

Dalam balanced scorecard, tidak semua indikator dapat diikutsertakan dalam pengukuran yang dilakukan. Pengukuran kinerja difokuskan pada proses yang dianggap kurang optimal saja. Misalnya, ketika terjadi kegagalan produk, organisasi perlu mengkaji ulang, pada tahap manakah ia mulai melakukan kesalahan. Setelah ditelusuri, ternyata cara beriklan yang dilakukan kurang tepat. Maka pengukuran dilakukan pada tahap delivering product, untuk mencari apa yang salah dan memperbaikinya. Demikian pula dalam divisi ICT, pengukuran perpektif ini dapat dilakukan, misalnya dengan mengukur prosentase downtine sistem, waktu yang dibutuhkan untuk perbaikan, seberapa sering kerusakan terjadi dan lain sebagainya.

c. Inovasi dan pembelajaran (learning and growth)

Inovasi yang dibahas disini bukan hanya terkait pada pengembangan produk baru, melainkan juga inovasi yang dilakukan terhadap sistem yang sedang berjalan, untuk menciptakan lingkungan kerja yang dinamis, untuk mengikuti perkembangan pasar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajak karyawan untuk berdiskusi bagaimana cara meningkatkan produktivitas perusahaan baik internal maupun eksternal. Namun cara ini hanya akan berhasil jika ada prosedur yang jelas, misalnya penerapan sistem reward and punishment. Dari semua perspektif dalam balanced scorecard, inovasi dan pembelajaran merupakan pengukuran yang paling abstrak.

d. Finansial Perspectif

Perspektif finansial terdiri dari ukuran umum yang biasa digunakan dalam perhitungan finansial, untuk melihat kondisi keuangan organisasi. Contoh indikator finansial yang berhubungan dengan proyek ICT adalah return if investment (ROI), the economic value added (EVA), net profit, added value per karyawan, dan lain sebagainya.

Hubungan antar perspektif terjalin dengan erat, karena satu tolak ukur akan mempengaruhi yang lain. Contohnya, jumlah pegawai pada perpektif internal akan mempengaruhi asset per karyawan pada perpektif finansial, kebutuhan training pada inovasi dan pembelajaran akan mempengaruhi pengeluaran biaya dari segi finansial.

Penerapan ICT pada perusahaan, tidak dapat langsung dilakukan secara menyeluruh. Demikian juga tidak semua perpektif dalam balanced scorecard dapat diterapkan pada divisi ICT dalam organisasi. Oleh karena itu, sebelum melakukan pengukuran, sebaiknya organisasi mencari tahu posisinya dalam fase pertumbuhan ICT. Berikut penjelasan masing-masing fase penerapan ICT:

1. Technology-driven
Pada fase ini, organisasi masih menerapkan ICT secara minim, dimana ICT belum memberikan kontribusi yang cukup bearti. Dalam fase awal penerapan ICT, keadaan finansial organisasi akan sangat terpengaruh, misalnya pengeluaran dana yang cukup besar untuk outsource. Contoh sistem yang berada di fase ini adalah toko yang menggunakan sistem manual dalam sistem jual belinya, dimana pada akhir hari, seorang petugas akan menginputkan dapat jual/beli tersebut ke sistem untuk mendapatkan rekap transaksi dan laporan keuangan sederhana.

2. Controlled
Pada fase ini, ICT diharapkan dapat memperbaiki kondisi finansial organisasi, untuk pengembangan sistem. Misalnya pelatihan untuk karyawan, akan menambah pengeluaran biaya namun dapat meningkatkan produktivitas karyawan. Balanced scorecard dapat mengukur perfoma finansial, internal dan inovasi yang ada dalam organisasi. Pada fase ini terdapat perusahaan-perusahaan yang mulai berkembang, dimana ia memiliki jumlah pegawai yang cukup banyak. Keberadaan ICT akan mempermudah rekap kondisi karyawan dan perfoma masing-masing, misalnya ditunjukkan dengan tingkat penjualan untuk karyawan di bagian sales.

3. Service Oriented
ICT dikembangkan ke arah yang berorientasi pada pelayanan terhadap pelanggan. Misalnya dengan menciptakan sistem yang dapat digunakan oleh semua bagian dalam organisasi, dari bagian gudang, sales, akuntansi, finance, HRD dan lain sebagainya. Dengan demikian, transaksi diharapkan akan semakin mudah dan cepat. Semakin tinggi tingkat kepuasan pelanggan, semakin tinggi pula penjualan yang terjadi. Peningkatan jumlah penjualan akan berpengaruh pada segi finansial perusahaan, dimana semakin tinggi profit yang didapat, semakin banyak pula inovasi yang dapat dilakukan oleh organisasi.

4. Customer Oriented
Pada fase ini, kepuasan pelanggan menjadi fokus utama, dengan memberikan added value pada produk yang ditawarkan. ICT dapat membantu proses tersebut, misalnya dengan membangun sistem online, yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja. Contoh organisasi yang berada dalam fase ini adalah www.bhinneka.com, dimana penjualan dapat dilakukan secara konvensional, online di situsnya, melalui telepon, ataupun chatting. Dalam tahapan ini, keempat perspektif dalam balanced scorecard memiliki porsi yang sama pentingnya.

5. Business Oriented
Dalam fase ini, seorang manager IT memiliki kedudukan cukup penting, dimana ia juga memiliki andil dalam pengambilan keputusan organisasi. Sistem dibangun tidak hanya untuk memberikan layanan yang baik untuk pelanggan, namun juga dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk perbaikan internal perusahaan. Misalnya dengan membangun sistem ‘cerdas’ yang dapat memberikan informasi, seperti forecasting penjualan di masa tertentu, pola penjualan untuk menentukan pemesanan produk ke supplier, dan lain sebagainya. Dengan adanya sistem ‘cerdas’ ini, organisasi dapat menentukan kegiatan yang tepat, yang akhirnya dapat meningkatkan kondisi finansialnya.

Dalam penerapan balanced scorecard, hal yang harus adalah:

· Nothing’s perfect. Meskipun balanced scorecard memberikan hasil yang terlihat baik, organisasi sebaiknya tidak menerima data hasil pengukuran secara mentah-mentah. Sebaiknya tetap dilakukan perbandingan dengan tolak ukur lain, misalnya histori data kejadian sebelumnya.

· Jumlah indikator. Indikator penilaian mudah didapatkan, namun sulit untuk dikontrol. Jika semua indikator diukur, ada kemungkinan akan timbul masalah-masalah yang seharusnya tidak terkait pada fokus utama pengukuran. Sebaiknya, jumlah indikator yang digunakan dibatasi.

· Perhitungkan biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pengukuran. Jika biaya yang harus dikeluarkan tidak sebanding dengan hasil perbaikan yang akan dilakukan, sebaiknya pengukuran dilakukan dengan metode lain yang lebih sesuai.


Sumber:
Liliana
http://yuvenalia.blog.binusian.org/2009/11/23/balanced-scorecard-just-another-summary/
23 November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar